Selasa, 07 April 2015

Berawal dari "Seandainya"

It's been a while, huh? Beberapa bulan ini waktuku memang terkuras untuk memikirkan dan melakukan ini itu. Sebenarnya, sekarang pun masih ada beberapa tanggung jawab yang harus segera diselesaikan, tapi entah kenapa rasanya ingin sekali menulis sesuatu. Menulis sesuatu di sini dan berharap siapapun membaca, lalu mengamini. Weird,  isn't  it?

Barusan, aku keluar untuk mengambil minum (fyi, it's 11 p.m), lalu entah kenapa melihat ke arah pintu. Aku membayangkan, bagaimana seandainya kalau tiba-tiba ada zombie masuk ke rumah lalu menyerang kami? Kemana aku dan keluarga harus bersembunyi? Di ruang tamu? Ah, di situ jendelanya lebar-lebar dan akan mudah dibobol zombie. Di kamar? Mungkin, tapi kamar adalah tempat yang akan diincar zombie karena mudah diakses. Lalu, dimana? Ah, loteng rumah! Tempatnya tinggi, akan sulit dijangkau zombie. Yah, walaupun gelap dan sedikit banyak tikus, but it's okay. Lalu, kalau kami sembunyi terus, apakah kami akan tetap hidup? Bagaimana seandainya kalau kami lapar? Haus? Kedinginan? Dengan cepat aku menggelengkan kepala, mikir apaan sih barusan -_-


Gara-gara zombie, aku jadi teringat dengan target capaian setiap tahun yang aku tulis di papan dekat meja belajar. Bisa jadi usiaku tidak panjang lagi, padahal aku masih memiliki banyak target yang harus dicapai. Ya, setiap tahun aku memang selalu memasang target. Kebiasaan ini dimulai saat aku memasuki bangku kuliah.


Di tahun pertama kuliah, target pertamaku adalah konsen belajar, lalu mendapat IP cum laude. Alhamdulillah, target itu terwujud. Target kedua adalah mengikuti kepanitiaan sebanyak-banyaknya. Yah, lumayan juga sih, di tahun pertama kuliah aku menjadi panitia di beberapa acara dan lumayan banyak pembelajaran yang aku dapatkan.

Di tahun kedua kuliah, target pertama adalah mendapat beasiswa. Ada beberapa buku yang ingin aku beli, tapi entah kenapa sungkan kalau mau minta ke orang tua. Alhamdulillah, aku sempat mendapatkan beasiswa KSE, walaupun cuma bertahan setahun dan gagal diperpanjang. Selain untuk beli buku, uangnya lumayan untuk ditabung hehe. Target kedua adalah aktif di organisasi kampus. Aku aktif di beberapa organisasi, baik dalam kampus dan luar kampus. Walaupun gara-gara kesibukan ini, aku sempat keluar-masuk klinik dokter gara-gara tekanan darah yang tidak terdeteksi alias tekanan darah rendah.

Nah, kali ini aku masuk di tahun ketiga kuliah. Hmm, ternyata cukup banyak target yang ingin aku capai. Belajar setir mobil, buat paspor, belajar Bahasa Mandarin/Korea, exchange ke universitas di Asia, dapat skor TOEFL, tapi di luar itu, aku sadar ada prioritas yang lebih penting, yaitu magang di lembaga riset/institusi pemerintah dan kejar tema skripsi (kalau bisa bonus hibah skripsi hehe). Dari sekian banyak keinginan, pasti ada beberapa yang menjadi prioritas dan itulah prioritasku.

Kenapa magang? Rasanya masih ada keragu-raguan dan pertanyaan setelah lulus mau jadi apa? Kerja dimana? Jujur, ada rasa takut ketika lulus nanti, aku mau kemana? Beberapa bulan lalu aku mendaftar magang di YouSure, tapi sayang, cuma lolos sampai tahap wawancara. Sempat diajak teman untuk magang di Kemenlu, tapi rasanya kemampuan bahasa asingku masih harus diasah lagi.  Sampai sekarang belum terpikir lagi mau magang dimana. Seandainya, aku bisa magang di lembaga riset/institusi pemerintahan.

Lalu, bagaimana dengan skripsi? Sebenarnya sih aku bukan tipe mahasiswa yang kejar lulus cepat. Ah, rasanya tidak ingin mengerjakan skripsi dengan tertekan dan penuh beban. Aku ingin mengerjakan skripsi dengan enjoy (tapi jangan sampai jadi veteran juga sih). Harapannya, skripsi yang aku kerjakan tidak hanya asal mengejar predikat 'lulus', tapi juga bisa bermanfaat bagi banyak orang. Syukur-syukur, kalau bisa dapat hibah skripsi dan hasil skripsi dibukukan. That's a big dream, indeed! Seandainya harapan-harapan ini bisa terwujud.

Semua target capaian pasti berawal dari kata "seandainya". Seperti halnya, seandainya zombie masuk ke rumah, lalu kami harus sembunyi dimana? Kata "seandainya" juga bisa menentukan takdir kita. Kalau sembunyi di ruang tamu nanti bagaimana? Atau kamar? Hmm, mungkin loteng?

Aku percaya kata "seandainya" bisa memberi kita rasa percaya diri dan suntikan semangat. Aku yakin kalau dulu Wright brothers sempat dijuluki sebagai orang sinting karena berani berkata seandainya manusia bisa diterbangkan dengan alat yang diadaptasi dari keseimbangan udara seekor burung. Tapi buktinya? Sekarang, siapa yang belum pernah melihat pesawat bolak-balik di atas kepalamu? Siapa yang sinting?

Ah, ya sudahlah, sudah malam. Aku hampir lupa kalau aku masih punya tanggung jawab yang harus segera diselesaikan. Terima kasih ya sudah membaca tulisan yang amburadul ini. Selamat tidur. Seandainya kamu dipanggil Tuhan saat tidur nanti, kami ingin bermimpi apa?

Rabu, 21 Januari 2015

The Royal Palace (Kraton) and Water Castle (Taman Sari) in Yogyakarta

Waktu liburan hanya dihabiskan dengan bermalas-malasan di rumah? Absolutely no! Saya percaya bahwa waktu liburan diberikan kepada Anda agar Anda dapat mengeksplorasi hal-hal baru. Dengan liburan, Anda dapat memanfaatkan indera dengan sebaik mungkin untuk menyadari hal-hal menakjubkan yang belum Anda sadari sebelumnya. Saya adalah tipe orang dengan obsesi besar untuk menjelajah banyak daerah. Tetapi, kalau Anda belum mengenal daerah sendiri, kenapa harus memaksakan kehendak untuk berlibur ke tempat jauh?

Yogyakarta, kota kelahiran saya, menyimpan sejuta tempat wisata yang menarik. Salah satunya adalah Kraton Yogyakarta, tempat tinggal Sultan dan Taman Sari, yang dulunya sempat menjadi tempat tinggal Sultan. Untuk mencapai kedua tempat ini, Anda bisa menggunakan Trans Jogja dengan jalur 3A (bisa tanya ke penjaga halte untuk transit) dengan membayar Rp 4.000,00 saja. Jika menggunakan Trans Jogja, Anda bisa turun di halte depan Benteng Vredeburg dan berjalan kaki sekitar 500 meter ke Kraton. Jika tidak mau berjalan kaki, maka Anda bisa memesan taksi atau becak. Harga becak bisa ditawar, tergantung kemampuan  Anda  menawar. Kalau taksi di Jogja, rekomendasi saya adalah Taksi Jas (no telp 0274 373737). Ini bukan iklan, lho. Menurut pengalaman saya, taksi ini cukup profesional. Terakhir kali saya menggunakan, argo minimumnya adalah Rp 25.000,00.

Pintu masuk Kraton Yogyakarta untuk tempat wisata dibagi menjadi dua. Pintu masuk pertama adalah kraton di samping alun-alun utara persis. Kraton ini biasanya digunakan untuk upacara kraton dan terdapat beberapa koleksi kereta. Kemudian, pintu masuk kedua adalah kraton yang berada di belakangnya. Jarak antara pintu masuk pertama dan kedua cukup dekat, sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Kraton dari depan
Saya pribadi tertarik memasuki Kraton Yogyakarta dengan pintu masuk kedua karena terdapat beberapa penampilan. Menurut info yang saya dapat, setiap Senin-Selasa terdapat penampilan gamelan; Rabu terdapat penampilan wayang golek; Kamis terdapat penampilan tari; Jumat terdapat penampilan macapat; Sabtu terdapat penampilan wayang kulit; dan Minggu terdapat penampilan tari dan wayang orang. Oh iya, tiket masuknya Rp 5.000,00 saja untuk wisatawan lokal; Rp 12.000,00 untuk wisatawan mancanegara; dan Rp 1.000,00 untuk yang membawa kamera. Selain dapat menikmati penampilan yang disajikan, kita dapat berinteraksi langsung dengan para abdi dalem yang wara-wiri bertelanjang kaki. Kita juga dapat menikmati koleksi Kraton, seperti batik, peralatan dapur, foto keluarga Sultan, dan koleksi lainnya.
Pertunjukan wayang golek yang saya kunjungi di hari Rabu
Ibunya jago membatik :)
Setelah puas berkeliling Kraton, saya mampir ke Bale Raos. Bale Raos adalah restoran yang (katanya) menyajikan masakan-masakan favorit keluarga kerajaan. Restoran ini berada persis di belakang Kraton (Jalan Magangan Kulon 1, Kraton. Telp 0274 415550). Begitu masuk restoran, Anda akan disapa oleh pelayan yang ramah. Dekorasi restoran ini memadukan kebudayaan Jawa di bangunannya dan modern di penataan mejanya. Menu Bale Raos yang disajikan adalah menu-menu tradisional, sejenis sate, bestik Jawa, rawon, beras kencur, dan lainnya. Range harga Bale Raos mulai Rp 6.000,00-Rp 50.000,00. Saya memesan Lombok kethok (daging dipotong-potong yang dimasak seperti rawon) Rp 27.000,00, nasi merah Rp 6.000,00, dan beras kencur Rp 9.000,00. Harga tersebut belum termasuk pajak. Kita juga akan mendapatkan air putih dan keripik singkong gratis. Walaupun porsi makanan yang kurang mengenyangkan di perut saya, namun rasa masakannya saya acungi jempol.
Lombok kethok dan nasi merah
Beras kencur
Perjalanan saya lanjutkan dengan berjalan kaki menuju Taman Sari. Saya cukup membayar Rp 5.000,00 saja. Beruntungnya, walaupun saya tidak meminta untuk ditemani oleh guide, tetapi salah seorang guide menghampiri saya dan mengajak saya berkeliling (thanks to Bapak Agus who accompanied me). Bapak Agus adalah salah satu guide yang ramah, murah senyum, pengertian menemani saya ke bagian-bagian Taman Sari yang kurang menarik perhatian pengunjung lainnya, dan sabar menjelaskan kepada saya setiap detail Taman Sari.

Dengan bersemangat, Bapak Agus menceritakan sejarah Taman Sari yang dibangun sejak Sri Sultan HB I dan digunakan untuk tempat beristirahat Sultan (bersama permaisuri dan selir-selirnya) hingga Sri Sultan HB III. Taman Sari mulai ditinggal oleh keluarga Sultan sekitar tahun 1800-an karena gempa bumi yang merusak beberapa bagian dari bangunan tersebut. Kenapa Taman Sari disebut juga sebagai water castle? Karena beberapa bangunan di Taman Sari didirikan di tengah danau. Diceritakan, dulu Sultan menggunakan perahu untuk berkeliling danau. Sayangnya, danau tersebut sekarang sudah kering dan digunakan untuk rumah warga. Padahal kalau danau tersebut masih ada, saya jamin pemandangan Taman Sari akan jauh lebih indah.
Bagian water castle yang atapnya rusak akibat gempa
Ternyata, dulu Sultan adalah seorang muslim yang taat. Bukannya saya meragukan keagamaan beliau, tetapi saya kira Kejawennya lebih kuat. Hal ini dibuktikan dengan masjid yang menjadi salah satu bagian dari Taman Sari. Masjid ini dibangun dua tingkat dengan bentuk melingkar. Bangunan dirancang sedemikian rupa, sehingga suara yang dihasilkan dari imam atau muazin dapat menggema (fyi, dulu, kan, belum ada pengeras suara). Antar bangunan di Taman Sari dihubungkan dengan terowongan bawah tanah yang kuat, sehingga sampai saat ini tidak retak atau rubuh.
Salah satu ruangan masjid yang melingkar
Undakan masjid
Sangat menyenangkan dapat mengeksplorasi Kraton dan Taman Sari sendirian. Ups, ya, saya berkeliling Kraton dan Taman Sari sendirian. Hmm, I believe, when you are alone, it doesn't mean you are lonely. Sometimes, you want to make a distance from people to see what you could not see before. Perhaps, you'll hear the song of birds, the whisper of trees, or the fight between cats, you'll never know. Traveling sendirian, akan membuat Anda sadar akan banyak hal. Bukan berarti Anda menjadi orang yang penyendiri, lho. Dengan sendirian, Anda akan mengenal lebih banyak orang baru, melihat dunia dengan sudut pandang baru, dan menyadari bahwa Anda adalah pribadi yang lebih mandiri. Cobalah sekali-kali!